Kurikulum prototipe merupakan kurikulum pilihan (opsi) yang dapat diterapkan satuan pendidikan mulai tahun ajaran (TA) 2022/2023. Kurikulum prototipe melanjutkan arah pengembangan kurikulum sebelumnya (kurtilas).
Jika melihat dari kebijakan yang akan di ambil para pemangku kebijakan, nantinya sebelum kurikulum nasional dievaluasi tahun 2024, satuan pendidikan diberikan beberapa pilihan kurikulum untuk diterapkan di sekolah.
Kurikulum prototipe diberikan sebagai opsi tambahan bagi satuan pendidikan untuk melakukan pemulihan pembelajaran selama 2022-2024.
Kebijakan kurikulum nasional akan dikaji ulang pada 2024 berdasarkan evaluasi selama masa pemulihan pembelajaran.
Kurikulum Paradigma Baru ini akan diberlakukan secara terbatas dan bertahap melalui program sekolah penggerak dan pada akhirnya akan diterapkan pada setiap satuan pendidikan yang ada di Indonesia. Sebelum diterapkan pada setiap satuan pendidikan, mari kita mengenal 7 (tujuh) hal baru yang ada dalam Kurikulum Paradigma Baru.
Pertama, Struktur Kurikulum, Profil Pelajar Pancasila (PPP) menjadi acuan dalam pengembangan Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian, atau Struktur Kurikulum, Capaian Pembelajaran (CP), Prinsip Pembelajaran, dan Asesmen Pembelajaran.
Secara umum Struktur Kurikulum Paradigma Baru terdiri dari kegiatan intrakurikuler berupa pembelajaran tatap muka bersama guru dan kegiatan proyek.
Selain itu, setiap sekolah juga diberikan keleluasaan untuk mengembangkan program kerja tambahan yang dapat mengembangkan kompetensi peserta didiknya dan program tersebut dapat disesuaikan dengan visi misi dan sumber daya yang tersedia di sekolah tersebut.
Kedua, Hal yang menarik dari Kurikulum Paradigma Baru yaitu jika pada KTSP 2013 kita mengenal istilah KI dan KD yaitu kompetensi yang harus dicapai oleh siswa setelah melalui proses pembelajaran, maka pada Kurikulum Paradigma Baru kita akan berkenalan dengan istilah baru yaitu Capaian Pembelajaran (CP) yang merupakan rangkaian pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagai satu kesatuan proses yang berkelanjutan sehingga membangun kompetensi yang utuh.
Oleh karena itu, setiap asesmen pembelajaran yang akan dikembangkan oleh guru haruslah mengacu pada capaian pembelajaran yang telah ditetapkan.
Ketiga, Pelaksanaan proses pembelajaran dengan pendekatan tematik yang selama ini hanya dilakukan pada jenjang SD saja, pada kurikulum baru diperbolehkan untuk dilakukan pada jenjang pendidikan lainnya.
Dengan demikian pada jenjang SD kelas IV, V, dan VI tidak harus menggunakan pendekatan tematik dalam pembelajaran, atau dengan kata lain sekolah dapat menyelenggarakan pembelajaran berbasis mata pelajaran.
Keempat, Jika dilihat dari jumlah jam pelajaran, Kurikulum Paradigma Baru tidak menetapkan jumlah jam pelajaran perminggu seperti yang selama ini berlaku pada KTSP 2013, akan tetapi jumlah jam pelajaran pada Kurikulum Paradigma Baru ditetapkan pertahun.
Sehingga setiap sekolah memiliki kemudahan untuk mengatur pelaksanaan kegiatan pembelajarannya.
Suatu mata pelajaran bisa saja tidak diajarkan pada semester ganjil namun akan diajarkan pada semester genap atau dapat juga sebaliknya, misalnya mata pelajaran IPA di kelas VIII hanya diajarkan pada semester ganjil saja. Sepanjang jam pelajaran pertahunnya terpenuhi maka tidak menjadi persoalan dan dapat dibenarkan.
Kelima, Sekolah juga diberikan keleluasaan untuk menerapakan model pembelajaran kolaboratif antar mata pelajaran serta membuat asesmen lintas mata pelajaran, misalnya berupa asesmen sumatif dalam bentuk proyek atau penilaian berbasis proyek.
Pada Kurikulum Paradigma Baru siswa SD paling sedikit dapat melakukan dua kali penilaian proyek dalam satu tahun pelajaran. Sedangkan siswa SMP, SMA/SMK setidaknya dapat melaksanakan tiga kali penilaian proyek dalam satu tahun pelajaran. Hal ini bertujuan sebagai penguatan Profil Pelajar Pancasila.
Keenam, Untuk mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang pada KTSP 2013 dihilangkan maka pada Kurikulum Paradigma Baru mata pelajaran ini akan dikembalikan dengan nama baru yaitu Informatika dan akan diajarkan mulai dari jenjang SMP.
Bagi sekolah yang belum memiliki sumber daya/guru Informatika maka tidak perlu khawatir untuk menerapkan mata pelajaran ini karena mata pelajaran ini tidak harus diajarkan oleh guru yang berlatar belakang TIK/Informatika, namun dapat diajarkan oleh guru umum.
Hal ini disebabkan karena pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah mempersiapkan buku pembelajaran Informatika yang sangat mudah digunakan dan dipahami oleh pendidik dan peserta didik.
Sumber : fajar pendidikan