Oleh: Prof. Sri Minda Murni
Peristiwa pandemi Covid-19 telah menimbulkan masalah besar bagi dunia pendidikan kita. Lembaga pendidikan seolah lumpuh dan anak-anak tidak lagi dapat belajar sebagaimana mestinya.
Salah satu jalan keluar terbaik saat ini adalah kembali melirik fungsi rumah sebagai lembaga pendidikan pertama dan utama.
Sebagai lembaga pendidikan, keutamaan rumah sesungguhnya melebihi keutamaan semua lembaga pendidikan.
Namun dengan alasan tidak semua rumah memiliki sumber daya manusia, Ayah, Ibu dam orang dewasa lain, yang mumpuni dan memiliki ilmu serta kelapangan waktu membuat peran utama rumah sebagai lembaga pendidikan utama bergeser dan tergerus terus dari waktu ke waktu.
Potensi keluarga sebagai lembaga pendidikan
Padahal sepanjang rumah tetap setia pada fungsinya sebagai lembaga pendidikan utama maka perubahan apapun yang terjadi - yang mengimbas pada lembaga sekolah dan masyarakat - tidak akan mampu mengguncang anak-anak kita.
Keluarga sesungguhnya memiliki semua hal yang dimiliki lembaga pendidikan formal seperti target/sasaran, kurikulum, dan evaluasi.
Tulisan ini bertujuan memotivasi Ayah/Ibu untuk menjadikan kembali rumah sebagai lembaga pendidikan utama bagi anak-anak mereka.
1. Target pendidikan keluarga
Nilai/sikap, pengetahuan, dan keterampilan merupakan tiga target/sasaran perubahan dalam pendidikan keluarga.
Setiap rumah tangga dengan kompetensi sumber daya manusia yang rendah sekalipun dapat dipastikan mengajarkan nilai/sikap misal hormat pada orangtua, sayang kepada saudara, berlaku jujur, dan bekerja sama,
Pengetahuan pun secara sederhana diajarkan seperti misal menggunakan sapaan yang berbeda kepada kerabat dengan pertalian darah yang berbeda, menghitung kembalian uang secara benar bila disuruh ke warung oleh Ayah/Ibu.
Demikian juga keterampilan secara sederhana diajarkan seperti misalnya keterampilan membersihkan diri dan memakai pakaian secara benar.
Ini semua merupakan bukti bahwa hampir semua keluarga sangat akrab dengan tiga sasaran perubahan pendidikan ini walaupun sebahagian besar tidak tahu dan tidak merasa perlu memetakannya: yang mana aspek nilai/sikap, yang mana aspek pengetahuan, dan yang mana aspek keterampilan.
2. Kurikulum pendidikan keluarga
Tuntutan orangtua terhadap anak – sebagaimana juga halnya pada pendidikan formal - tidak statis tetapi terus dinamis seiring dengan bertambahnya usia.
Anak yang lebih muda diperkenalkan dengan nilai/sikap misal bekerja sama secara sederhana. Lebih besar sedikit diharapkan mampu berkontribusi secara aktif tanpa disuruh.
Semakin dewasa diharapkan dapat berkontribusi secara efektif dengan menggalang dan menginisiasi kerja sama dalam keluarga.
Demikian juga halnya dengan pengetahuan dan keterampilan, setiap keluarga mengharapkan anak tumbuh mulai dari tingkat yang sederhana, mengembangkan pengetahuan dan keterampilan secara aktif, dan memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimilki secara efektif.
Ini juga merupakan bukti bahwa setiap rumah tangga juga memiliki kurikulum. Walau tidak secara sistematis dan formal tersusun, kurikulum itu setidaknya terdapat pada pikiran, harapan, dan tuntutan orangtua terhadap anak-anak mereka.
3. Evaluasi
Setiap keluarga juga akrab dengan evaluasi karena mereka senantiasa juga mengevaluasi perkembangan anak-anak mereka. Walau kadang-kadang bersifat subjektif, setiap keluarga mampu menemukan kelemahan dan kekuatan yang dimiliki setiap anak mereka.
Ayah, Ibu ayo belajar jadi guru
Untuk menjadi guru yang baik bagi anak-anak, ada beberapa hal yang Ayah/Ibu perlu pelajari dan dalami yakni :
Bagaimana strategi menumbuhkan nilai/sikap,
Bagaimana strategi membangun pengetahuan secara kontekstual, dan
Bagaimana mengembangkan keterampilan yang relevan.
Sebagian dari strategi ini sebenarnya sudah Ayah/Ibu miliki, sekarang tinggal mengaktualisasikannya lebih terarah dan maksimal dalam kehidupan anak-anak di rumah.
Menjadikan diri sebagai figur teladan untuk pengembangan karakter
Ayah/ibu lah yang paling mengetahui nilai/sikap apa yang lebih dulu diutamakan. Yang perlu menjadi pegangan adalah bagaimana menanamkan nilai/sikap itu agar benar-benar berkembang menjadi karakter pada anak.
Salah satu caranya adalah dengan memberi anak pengalaman yang baik tentang penerapan nilai tersebut. Misal nilai/sikap jujur. Ayah/Ibu perlu memberi pengalaman kepada anak diperlakukan secara jujur.
Dengan cara itu ia anak akan merasakan keuntungan dan rasa senang terhadap nilai tersebut sehingga anak dapat dipastikan akan mengapresiasi nilai tersebut. Apabila pengalaman baik ini terus menerus diberikan, maka anak akan menjadikan kejujuran sebagai karakter pribadinya.
Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan
Ayah/Ibu tidak harus berpatokan pada kurikulum sekolah walau bagi yang ingin dan mampu hal itu boleh-boleh saja dilakukan.
Yang penting bagi Ayah/Ibu adalah mengenali diri sendiri untuk mengidentifikasi pengetahuan dan informasi yang dimiliki dan mulailah pembelajaran dari sana.
Apabila ayah/Ibu memiliki pengetahuan yang baik tentang nama-nama Presiden Indonesia, pembelajaran dapat dapat dimulai dari sana secara informal dan menyenangkan.
Demikian juga, apabila Ayah/Ibu hanya memiliki pengetahuan mengenai struktur kepegawaian dimana Ayah/Ibu bekerja, Ayah/Ibu juga dapat mulai dari sana.
Untuk Ayah/Ibu yang terampil menulis berita dan mengajarkannya kepada anak, dapat dipastikan anak akan memperoleh pengalaman belajar yang aktif dan menyenangkan karena ia belajar dari tangan pertama dan profesional.
Demikian juga bila Ayah/Ibu terampil dalam mengolah masakan, keterampilan itu dapat diajarkan kepada anak secara aktif dan menyenangkan.
Pengetahuan dan pengalaman keterampilan yang diperoleh secara kontekstual seperti ini dapat dipastikan akan bertahan lama dengan tingkat pemahaman yang tinggi bila dibandingkan dengan informasi yang tidak kontekstual yang kadang-kadang terdapat pada kurikulum sekolah.
Pandemi menjadi titik balik
Betapa sebenarnya selama ini peran Ayah/Ibu sebagai guru terbaik bagi anak-anak mereka telah terlalu lama kita abaikan.
Semoga dengan peristiwa pandemi Covid-19 ini pilar pendidikan yang telah lama terabaikan ini dapat kembali kita tegakkan.
Bersama-sama dengan seluruh upaya yang sedang dikerjakan oleh Kemendikbud, mari kita perkuat fungsi rumah sebagai lembaga pendidikan yang pertama dan utama dan Ayah/Ibu lah sebagai guru-guru harapan kita semua.
Sumber: kompas.com
0 comments:
Posting Komentar