Proses belajar-mengajar di Indonesia pada masa mendatang akan berubah, andai berhasil menemukan sentuhan tepat dalam proses belajar jarak jauh, yang kini dilakukan di tengah pandemi Covid-19.
Kondisi mendesak, suka-tidak suka, selalu menghasilkan perubahan. Bukan hal yang mustahil, proses belajar-mengajar di Indonesia di masa mendatang akan berubah, andai berhasil menemukan sentuhan tepat dalam proses belajar jarak jauh, yang kini dilakukan di tengah pandemi Covid-19.
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) mencatat, sekitar 1,5 miliar pelajar di 191 negara terdampak kebijakan belajar dari rumah. Jumlah ini setara dengan 91,3 persen dari total pelajar di dunia dari jenjang pendidikan pradasar hingga pendidikan tinggi. Kondisi serupa terjadi pada semua negara di Asia Tenggara. Singapura, misalnya, 600.587 pelajar tidak lagi dapat melakukan pembelajaran tatap muka seiring bertambahnya kasus positif Covid-19. Kondisi serupa dialami sekitar 7,9 juta pelajar di Malaysia.
Di Indonesia, UNESCO memprediksi sekitar 68,2 juta pelajar dari berbagai jenjang pendidikan kini harus belajar dari rumah. Banyaknya jumlah pelajar yang terdampak tidak terlepas dari semakin meluasnya kasus positif Covid-19 yang kini telah tersebar di semua provinsi.
Bagi Indonesia, ini kali pertama sepanjang usia kemerdekaan, pendidikan formal dilakukan dari rumah secara bersamaan pada seluruh jenjang pendidikan dalam waktu cukup lama. Sebelumnya, tindakan serupa hanya dilakukan secara parsial akibat bencana alam atau bencana sosial dalam jangka pendek. Itu pun hanya di wilayah tertentu di mana ada musibah.
Kesempatan ini tentu menjadi saat yang tepat untuk mempraktikkan skema pembelajaran jarak jauh berbasis pengembangan diri pelajar dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Para pelajar dan guru dapat memanfaatkan kesempatan ini guna mencoba berbagai alternatif yang tepat sehingga pembelajaran jarak jauh efektif dilakukan. Kuncinya, siswa tetap dapat mengembangkan diri sesuai minat dan bakat yang dimiliki.
Akses yang utama
UNESCO memberikan sejumlah rumusan yang dapat menjadi indikator keberhasilan proses belajar dan mengajar dari rumah. Akses digital, pembelajaran inklusif, hingga sinergi keluarga dengan sekolah menjadi beberapa faktor di antaranya. Akses digital menjadi infrastruktur utama yang harus dimiliki tenaga pengajar dan pelajar.
Dalam kondisi saat ini, para pelajar dan tenaga pengajar dituntut adaptif untuk keluar dari batas pendidikan konvensional menuju lingkungan digital. Pada satu sisi, infrastruktur digital tidak sepenuhnya menjadi kendala bagi sebagian pelajar di perkotaan. Akses internet, ketersediaan perangkat, hingga kecakapan penggunaan fasilitas digital, menjadi modal awal untuk menerapkan kebebasan belajar bagi siswa dari rumah.
Kegiatan belajar dan mengajar menggunakan konferensi video, aplikasi pesan berbasis internet, hingga beberapa laman daring yang dilakukan para pelajar, adalah wujud konkret dari sikap adaptif para pelajar dan tenaga pengajar.
Belum semua siap
Di sisi lain, belum semua pelajar dan tenaga pengajar siap menggunakan skema belajar jarak jauh. Salah satu faktor utamanya adalah akses internet yang terbatas. Menurut catatan Kementerian Komunikasi dan Informatika, hingga April 2019, sekitar 24.000 desa belum tersentuh internet. Inilah salah satu bagian kesenjangan digital yang menjadi hambatan pelaksanaan belajar dari rumah.
Selain itu, kesenjangan pembelajaran digital antardaerah juga turut ditentukan oleh kesiapan tenaga pengajar. Keluhan dari pelajar di media sosial tentang banyaknya tugas sekolah yang diberikan tentu menjadi lampu kuning dalam proses ini. Dalam proses belajar dan mengajar jarak jauh, guru tak hanya berperan dalam memberikan tugas kepada para pelajar, tetapi memberikan penjelasan, hingga menjaga kondisi psikis para pelajar, demi adaptasi dengan lingkungan belajar baru.
Antisipasi kesenjangan digital dan kesiapan tenaga pengajar perlu mendapat perhatian, mengingat ini jalan untuk menuju pendidikan inklusif. Meski belajar dari rumah, hak para pelajar untuk memperoleh akses pendidikan secara merata harus tetap menjadi jaminan.
Indikator selanjutnya yang turut menentukan keberhasilan belajar dari rumah adalah komunikasi. UNESCO memperingatkan pentingnya komunikasi pihak sekolah dengan keluarga dalam menjalankan program belajar dari rumah. Ketika epidemi ebola melanda Afrika, sekitar 5 juta anak-anak terdampak kebijakan penutupan sekolah. Namun, saat aktivitas sekolah berangsur normal lagi, tidak semua pelajar yang diliburkan kembali mengenyam pendidikan.
Sebagian di antaranya harus putus sekolah akibat faktor ekonomi, sedangkan sebagian lainnya tidak bersekolah lagi karena menikah di usia dini. Inilah alasan diperlukannya komunikasi yang intensif antara sekolah dan orangtua untuk memastikan keberlangsungan pendidikan para pelajar di tengah pandemi.
Upaya alternatif
Selain akses dan komunikasi, langkah alternatif perlu dilakukan untuk memberikan kenyamanan bagi para pelajar saat belajar di rumah. Memanfaatkan media yang tengah tren saat ini, seperti Youtube, Instagram, atau media digital lainnya, adalah langkah yang bisa dilakukan.
Menurut catatan UNESCO, hingga 15 April, lebih dari 100 negara di dunia telah menerapkan proses belajar-mengajar melalui media alternatif. Di Benua Eropa, Finlandia salah satunya. Melalui portal daring yang disiapkan secara khusus, kegiatan belajar dapat dilakukan oleh pelajar dengan bimbingan tenaga pengajar dan keluarga. Selain portal daring, sejumlah negara juga menggunakan Youtube untuk memberikan materi pembelajaran dalam bentuk video.
Qatar, Irak, Yaman, hingga Ukraina adalah beberapa negara yang telah menerapkannya. Facebook juga menjadi solusi alternatif dalam melakukan kegiatan belajar dan mengajar. Kamboja, Timor Leste, hingga Romania menjadi sebagian negara yang memutuskan untuk menggunakan Facebook dalam memberikan video yang berisi materi pelajaran.
Memanfaatkan media yang tengah tren saat ini, seperti Youtube, Instagram, atau media digital lainnya, adalah langkah yang bisa dilakukan.
Selain video, buku pelajaran juga dapat diunduh secara gratis oleh para pelajar pada beberapa negara. Bahkan, Argentina turut memberikan akses novel klasik sebagai fasilitas yang dapat dinikmati pelajar saat belajar dari rumah. Kebijakan alternatif lainnya dilakukan oleh Liberia dengan memberikan materi pelajaran melalui radio dan televisi.
Langkah ini dapat menjadi solusi bagi pelajar yang kesulitan mengakses bahan pelajaran secara daring. Di Indonesia, kebijakan alternatif juga telah dilakukan untuk menunjang kegiatan belajar dari rumah. Pada tingkat pendidikan pradasar, dasar, dan menengah, pemerintah telah menyediakan laman khusus melalui portal Rumah Belajar yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran jarak jauh.
Menurut catatan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hingga kini terdapat 249.810 guru dan 617.237 siswa yang telah memanfaatkan layanan belajar berbasis digital ini. Program lainnya adalah fasilitas belajar melalui televisi yang baru dirilis Kemdikbud bersama TVRI. Sejak 13 April lalu, pelajar di Indonesia dapat mengikuti materi pelajaran sesuai jadwal tayang yang ditetapkan.
Peserta pendidikan anak usia dini (PAUD), misalnya, dapat mengikuti proses belajar melalui siaran sejak pukul 08.00 hingga pukul 08.30. Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, program yang sama juga disediakan sejak pukul 08.30 hingga pukul 14.30. Sementara bagi orangtua dan guru, program pengasuhan dan pendidikan anak juga dapat diikuti menjelang sore hari.
Jika dimanfaatkan secara optimal, sejumlah langkah alternatif ini dapat menjadi gerbang menuju reformasi pendidikan di masa yang akan datang. Bisa jadi, pembelajaran jarak jauh kelak akan menjadi pilihan utama dari sistem pendidikan Indonesia jika semua fasilitas telah disiapkan.
Oleh DEDY AFRIANTO
16 April 2020
Litbang kompas
0 comments:
Posting Komentar